Thursday, May 5, 2016

Book Review : Dan Brown - The Davinci Code

Judul Buku: The Da Vinci Code
Diterjemahkan dari : The Da Vinci Code
Penulis : Dan Brown
Terbt Pertama : 2003
Penerjemah: Isma B. Koesalamwardi
Tebal : 640 halaman
Terbit di Indonesia : Cetakan ke-25, September 2006
Penerbit : Serambi
ISBN : 979-3335-80-7

Robert Langdon menerima kiriman sebuah foto jasad Jacques Saunire seorang kurator seni museum louvre dengan telanjang bulat membentuk sebuah simbol Vitruvian Man (salah satu lukisan karya Leonardo da Vinci) dengan simbol pentakel diperutnya yang ia gambar sendiri menggunakan darahnya pada jam 23.00 malam. Beberapa petunjuk aneh tertulis disamping jasad Saunire dengan tulisan:
13-3-21-1-1-8-5
O, Draconia Devil !
Oh, lame saint
Bezu Fache, seorang kepala kepolisian DCPJ (Direction Centrale Police judiciaire) menaruh curiga sekaligus menduga Langdon sebagai tersangka. Ia telah meghilangkan pesan Saunire “P.S. Robert Langdon” yang seharusnya ada di baris paling bawah di tulisan yang ada di lantai tersebut demi membuat penyidikan secara tidak langsung tersebut berjalan lancar. Di tengah-tengah penyidikan, muncul Sophie Nevue, seorang agen Kriptologi dari DCPJ yang ternyata adalah cucu dari Saunire. Secara diam-diam Sophie memberi tahu Langdon tentang tujuan Fache memanggilnya untuk datang ke Louvre. Langdon pun mengetahui maksud fache meski ia masih heran, kenapa namanya ada pada pesan Saunire. Sophie yakin bahwa Langdon tak bersalah dan justru Sauniere membuat pesan itu ditujukan untuk Langdon dan Sophie. Fache mengetahui Langdon dan Sophie bekerjasama, ia pun memutuskan untuk menangkap keduanya.
Memanfaatkan situasi, Langdon dan Sophie melarikan diri saat Fache belum menyadari ternyata Langdon tahu dirinya dituduh sebagai tersangka dan dipasang alat semacam GPS dalam kantong jasnya. Mereka mencoba menerjemahkan maksud dari pesan Saunire. Setelah berpikir keras, Langdon pun mengetahui bahwa pesan saunire merupakan anagram dari Mona Lisa (lukisan terkenal karya Leonardo Da Vinci). Mereka bergegas mendatangi lukisan Mona Lisa dan di sana mereka menemukan pesan berikutnya “So Dark Cone of The Man” yang merupakan anagram dari Madonna of The Rock, lagi-lagi karya Leonardo Da Vinci. Lagi-lagi Da Vinci.
Da Vinci dan Jacques Sauniere memiliki ikatan historis. Keduanya merupakan anggota sebuah organisasi rahasia kuno bernama Prieure de Sion (Biarawan Sion). Biarawan Sion, perkumpulan rahasia beraliran Pagan (pemuja hukum suci alam dan memuja dewi sebagai pasangan dewa, keharmonisan antara laki-laki dan perempuan) yang didirikan di Jerusalem oleh Godefroi de Bouillon seorang raja Perancis pada tahun 1099. Da Vinci menjadi ketua Biarawan Sion sebagai mahaguru di tahun 1510-1519, dan Sauniere mahaguru di masa sekarang.
Pada lukisan Madonna of the Rock Sophie kembali menemukan pesan dari kakeknya berupa benda menyerupai salib dengan batang segitiga. Pada salib tersebut terdapat sebuah simbol mawar dengan inisial P.S. di atasnya bertuliskan  ”24 Rue Haxo”. Rue Haxo merupakan alamat sebuah Bank yang menyimpan rahasia Sauniere dan menjadi pesan berikutnya untuk Langdon dan Sophie. Sophie pun harus mengetahui no rekening kakeknya untuk membuka dan mengambil rahasia yang ada di bank tersebut. Ternyata deretan angka acak “13-3-21-1-1-8-5” yang ditemukan pada pesan di dekat jasad Sauniere, adalah deretan angka Fibonnaci yang jika disusun menjadi “1-1-2-3-5-8-13-21”. Angka inilah nomor rekening bank milik sang kakek. Sophie dan Langdon menemukan sebuah Cryptex (benda dengan tabung berisi gulungan serta terdapat cairan). Criptex tersebut merupakan peta yang menunjukan dimana Holy Grail berada. Tidak ingin membuang waktu, Langdon dan Sophie pun kembali ke dalam pelariannya. Langdon mengajak Sophie untuk bertemu temannya bernama Leigh Teabing, seorang sejarawan yang hidup untuk mengungkapkan Holy Grail. Teabing diharapkan membantu memecahkan kode-kode Sauniere.
Leigh Teabing menjelaskan kepada Sophie mengenai Holy Grail. Bukan Cawan Suci yang telah diketahui oleh masyarakat secara umum pada lukisan “The Last Supper” karya Leonardo Da Vinci. Holy Grail merupakan rahasia yang dijaga oleh Biarawan Sion selama berabad-abad. Dokumen Holy Grail berisi tentang garis keturunan kristus dan bahwa seorang perempuanlah (Maria Magdalena) yang ditugasi Kristus untuk mendirikan gereja. Dokumen ini juga menceritakan kenyataan bahwa kristus mempunyai istri (Maria Magdalena). Tetapi pernikahan tersebut menyalahi ketentuan gereja yang menyatakan Yesus adalah Tuhan, dan Tuhan tidak menikah apalagi memiliki anak. Tetapi kenyataannya Kristus menikah dan dikaruniai anak. Biarawan Sion pun adalah pemuja Maria Magdalena sebagai dewi, mawar (bunga lisa), perempuan suci, Ibu Agung dan Holy Grail. Gereja mengabadikan seorang Maria Magdalena sebagai wanita pelacur, melenyapkan semua pengakuan dan opini bahwa kristus tidak lebih dari manusia biasa. Itu semua merupakan upaya untuk menghilangkan identitas Maria Magdalena sang Ibu Agung.
Setelah diskusi panjang tentang Holy Grail dan mengungkapkan fakta-fakta sejarah yang berkaitan dengan Biarawan Sion dan Gereja, pelarian Langdon dan Sophie berlanjut menuju London dengan bantuan pesawat jet pribadi Teabing. Di London mereka mendatangi tempat-tempat yang diduga sebagai tempat disembunyikannya Holy Grail, dan mencoba memecahkan kata kunci dari criptex yang dibawa oleh mereka.
Sesuatu diluar dugaan pun terjadi, dengan mengakunya Leigh Teabing sebagai dalang dari semua kejahatan tentang pembunuhan Sauniere dan ketiga mahaguru Biarawan Sion yang lain. Ia memanfaatkan Silas, seorang albino pengikut Opus Dei (pihak gereja) sebagai eksekutor pembunuhan Sauniere. Langdon pun berhasil memecahkan kata kunci dari criptex dan Teabing berhasil ditangkap oleh Fache.
Dari petunjuk yang ada dalam criptex tersebut, Sopie mendapatkan fakta bahwa dia masih memiliki keluarga di Roselyn Skotlandia. Di sana dia bertemu dengan nenek dan adiknya yang ternyata tidak ikut mengalami kecelakaan bersama orang tuanya. Dan Sophie Naveu merupakan keturunan Merrovingian (garis keturunan langsung Yesus Kristus). Namun Holy Grail ternyata tidak ditemukan di sana. Jacques Sauniere sang mahaguru Biarawan Sion telah setia menjaga dokumen-dokumen rahasia tersebut. Rahasia yang diungkapkan Da Vinci dalam lukisan-lukisan dan karya seni Pagan lainnya, juga makam Maria Magdalena, berada dalam Louvre Museum Paris.
Novel yang menarik meski menurut saya termasuk bacaan yang berat. Dengan alur cerita yang cepat namun tidak terkesan tergesa-gesa. Bab-bab yang pendek dan berganti fokus hampir disetiap babnya membuat pembaca yang menjadi tergesa-gesa ingin menuntaskan ceritanya. Dan Brown berhasil menjebak pembaca, sama dengan novel sebelumnya Angels and Demons. Dalam Da Vinci Code, pembaca digiring untuk mencurigai Bezu Fache sebagai dalang dari kejahatan yang menamai dirinya sang Guru. Pemilihan ide cerita, mengolah sejarah, dan pencapaian klimaks, membuat novel ini tak memiliki kekurangan bagi saya.

Book Review : Dan Brown - Angels and Demons

Judul Buku: Malakat dan Iblis
Diterjemahkan dari : Angels and Demons
Penulis : Dan Brown
Terbit Pertama : 2000
Penerjemah: Isma B. Koesalamwardi
Tebal : 680 halaman
Terbit di Indonesia : Cetakan ke-12, April 2007
Penerbit : Serambi
ISBN : 979-16-0029-5

Berawal dari Robert Langdon yang terbangun oleh dering telepon dari Maximilian Kohler, Direktur  CERN (Conseil Europeen pour la Recherche Nucleaire) dan menerima foto melalui faks tentang berita pembunuhan Leonardo Vetra, seorang pastor sekaligus ahli fisika dengan kondisi yang mengenaskan. Leher patah dengan kepala yang diputar ke belakang, luka bakar di dada dengan cetakan ambigram bertuliskan “illuminati” dan rongga mata yang kosong karena matanya yang hilang dicuri. Vetra dibunuh karena ia berhasil membuat sebuah penemuan dengan adanya fasilitas pembuatan antimateri, Antiproton Decelerator. Langdon diundang datang ke CERN di Jenewa Swiss untuk memeriksa dan menjelaskan simbol dari organisasi yang sudah lama tak terdengar. Di tempat ini lah Langdon bertemu dengan Vittoria Vetra anak angkat dari Leonardo Vetra yang diadopsi dari sebuah asrama yatim piatu Katolik bernama Ofranotrofio di Siena ahli fisika yang berhubungan dengan biologi.
Vittoria sangat terpukul atas kabar kematian ayahnya yang dibunuh secara sadis dan antimateri yang ternyata dicuri padahal tak seorangpun tahu bahwa dirinya dan ayahnya menciptakan benda itu. Bersamaan dengan itu, Kohler mendapat telepon dari Vatikan, mengabarkan tentang keberadaan antimateri. Langdon dan Vittoria berangkat ke Vatikan Italia untuk memastikan hal itu. Dalam hal ini Vittoria merasa dirinya lah yang bertanggung jawab atas bahaya yang akan ditimbulkan antimateri di Vatikan. Ia tahu persis jika sampai antimateri ini kehabisan tenaga batrenya, maka Vatikan akan berubah menjadi sebuah kawah yang besar akibat ledakan yang disebabkan oleh benda ciptaannya itu. Ia berusaha keras untuk menemukan antimateri sebelum ada korban yang jatuh.
Hari itu merupakan hari ke-15 semenjak Paus Fransiscus wafat, yang artinya hari itu adalah hari di mana para kardinal dari seluruh dunia berkumpul untuk memilih Paus yang baru. 165 kardinal dari seluruh dunia dikumpulkan di Basilika Santo Petrus. Hari yang mendebarkan dan sangat menentukan untuk umat Katolik di seluruh dunia.
Langdon dan Vittoria bukan saja dihadapkan pada pencarian antimateri yang disimpan si pencuri dan siap meledak tepat jam 12 malam, seorang hassasin beraksen Arab yang bekerja untuk Illuminati ternyata menelpon Vatikan dan memberi kabar bahwa ia telah menculik empat Preferiti, yaitu empat orang kardinal yang di unggulkanan sebagai kandidat Paus berikutnya. Si hassasin mengancam akan membunuh keempat kardinal itu secara berurutan setiap jamnya dan dimulai pukul 8 malam tepat dan menjadi korban di altar ilmu pengetahuan. Pemilihan Paus pun tak membuahkan hasil tanpa empat Prefetti. Sudah dua kali pemilihan  dan asap warna hitam yang mengepul dari Kapel Sistina. Masalah berikutnya pun muncul dari BBC London yang menyiarkan bahwa mendiang Paus diduga meninggal bukan karena serangan stroke, melainkan karena diracun.
Langdon berusaha menemukan empat kardinal yang diculik itu dengan memecahkan kode-kode dan teka-teki dari Illuminati. Di mana empat altar pengetahuan itu? Langdon menangkap kode dari si hassasin tentang empat altar pengetahuan dan meminta izin untuk mengakses ruang arsip Vatikan untuk mencari buku Diagrama yang ditulis Galilleo. Berbekal dari petunjuk dari buku Galileo dan beberapa karya dari Bernini, Langdon berusaha mencari dan menemukan empat altar pengetahuan dan berusaha membongkar siapa dalang dibalik peristiwa ini. Langdon berhasil menemukan empat kardinal di  empat altar pengetahuan, namun saat Langdon menemukan keempatnya ia terlambat menyelamatkan para kardinal itu. Langdon kehilangan Vittoria saat ia menemukan kardinal ketiga. Vittoria dibawa oleh hassasin. Empat kegagalan itu, tidak memyurutkan semangat Langdon. Langdon menemukan tempat terakhir, markas besar Iluminati di Gereja Santa Angelo sekaligus tempat si hassasin menyekap Vittoria. Di tempat itu Langdon bertarung dengan si Hassasin dan nyaris Langdon terbunuh oleh si Hassasin jika Vittoria tidak membantunya dan mengempaskan si Hassasin keluar jendela hingga terjatuh dan tewas seketika.
Waktu terus berputar dan hitungan mundur terus berjalan. Langdon dan Vittoria langsung menuju Vatican melalui Il Passeto, terowongan rahasia yang mengubungkan Santa Angelo dan Basillika Santo Petrus. Sesampainya di Basillika Langdon dan Vittoria mengetahui bahwa Kohler sudah datang terlebih dahulu dan sedang bertemu dengan camerlengo. Menyadari akan hal itu, mereka takut Kohler adalah dalang di balik penculikan dan pembunuhan prefetti. Akhirnya mereka memutuskan untuk segera membunuh Kohler, namun sebelum meninggal, Kohler sempat memberikan sebuah kaset rekaman kepada Langdon. Camerlenggo yang mengakui dirinya telah mendapat pesan dari Tuhan tentang tempat antimateri itu berada, langsung menuju makam Santo Petrus, tempat antimateri itu disembunyikan. Ia membawa benda itu ke pemukaan dan mengunakan helikopter ntuk menerbangkan antimateri itu dengan dirinya. Langdon pun ikut dalam helikopter itu dan berhasil lolos dan selamat dari ledakan. Setelah mendapatkan perawatan dari tim medis, Langdon memutar kaset yang diberikan Kohler, barulah mereka sadar bahwa Camerlengo lah otak semua ini. Akhirnya Camerlengo mengakui semua kesalahannya dan bunuh diri dengan membakar dirinya sendiri. Dia juga kaget dan menyesal karena ternyata Paus Fransiscus yang ia bunuh adalah ayahnya. Pemilihan Paus dilanjutkan dan Mortati terpilih sebagai Paus berikutnya.
Pembaca akan dibuat kagum dengan karya Dan Brown ini. Meskipun novel ini bukan novel tentang teologi, tapi didalamnya mempertanyakan kembali keberadaan Tuhan. Apa bedanya Dewa dengan Tuhan jika sama-sama tidak bisa dibuktikan keberadaannya. Pertentangan antara ideologi dan ilmu pengetahuan. Apakah keduanya dapat saling menopang atau kah memang harus berjalan masing-masing. Buku ini sangat direkomendasikan bagi pembaca yang senang mengkaji sejarah, ajaran kuno, dan permasalahan teologi.
Novel karya Dan Brown memiliki keunggulan yang khas yaitu kemampuannya menulis imajinasi sebuah cerita yang di dalamnya kaya dengan fakta-fakta yang dapat dibuktikan nyata adanya mengenai bangunan-bangunan dengan detailnya, terowongan, jembatan, dan termasuk organisasi Illuminati dan lembaga CERN. Dalam novel setebal 680 halaman ini Dan Brown berhasil membuat pembaca terpukau. Perkiraan pembaca akan akhir dari novel ini ternyata diuar dugaan. Banyak sekali kejutan-kejutan yang tak diduga sebelumnya oleh pembaca. Luar biasa. 

Book Review : Dan Brown - The Lost Symbol

Judul Buku: The Lost Symbol
Diterjemahkan dari : The Lost Symbol
Penulis : Dan Brown
Terbit Pertama : 2009
Penerjemah: Ingrid Dwijani Nimpoeno
Tebal : 712 halaman
Terbit di Indonesia : Cetakan kedua, April 2010
Penerbit : Bentang
ISBN : 978-979-1227-86-5

The Lost Symbol merupakan novel ke tiga dalam sekuel Davinci code yang ditulis oleh novelis Dan Brown dengan tokoh utama masih profesor simbologi Robert Langdon. Setelah Angel and Demon dan The Davinci Code, kali ini Langdon kembali berpetualang dengan teka-teki dan misteri yang berkaitan dengan simbol-simbol kuno yang berlatar di ibu kota Amerika Serikat.
Dalam novel ini Langdon diminta oleh Peter Salomon yang merupakan sahabat sekaligus mentornya yang ke US.Capitol di DC untuk memberikan ceramah mengenai simbologi. Peter Solomon berasal dari keluarga aristokrat Amerika Serikat, sekaligus kepala Institut Smithsonian dan seorang patron Mason dengan pangkat derajat 33 (derajat tertinggi di kelompok tersebut). Langdon begitu semangat memenuhi permintaan sahabatnya untuk datang ke Gedung Capitol. Keanehan pun muncul saat Langdon tiba di Gedung Capitol. Bukan sambutan hangat yang diterima langdon saat tiba, melainkan ia dikagetkan dengan potongan tangan kanan sahabatnya dengan cincin mason dengan tuntutan agar Langdon memecahkan teka-teki kuno sebagai tebusan atas penculikan Peter Solomon. Langdon tak punya pilihan, di harus mengikuti keinginan dari si penelpon misterius untuk menyelamatkan sahabatnya Peter Solomon. Dengan telunjuk dari potongan tangan yang mengarah pada lukisan fresko The Apotheosis of Washington, sebuah kotak tua titipan Peter, dan cincin Mason yang ada di jari tangan tersebut, Langdon harus mengerahkan seluruh kemampuan intelektualnya untuk memecahkan teka-teki demi menyelamatkan Peter. Namun ternyata informasi tentang Langdon dan tuntutan psikopat itu menimbulkan kecurigaan CIA, yang menganggap bahwa pemecahan misteri itu terkait dengan “keamanan nasional” pemerintahan AS. CIA menduga bahwa Langdon terlibat dalam gerakan teorisme agama dan terus mencurigainya.
Inoue Sato, seorang direktur Office of Security CIA yang langsung mengepalai operasi pencegahan upaya makar terhadap pemerintahan mengawasi langsung dan mengintrogasi Langdon tentang hal-hal yang berkaitan dengan organisasi Mason. Langdon pun bercerita secara gamblang tentang Freemasons serta pengaruhnya pada visi di awal pendirian Amerika Serikat. Ternyata paara pemimpin bangsa Amerika Serikat memang anggota dari Freemasons, antara lain George Washington, Thomas Jefferson, Benjamin Franklin, dan James Madison. Dibantu oleh adik dari Peter, yaitu Kathrene Solomon, Langdon berupaya sekuat tenaga menyelesaikan teka-tekinya.
Penjahat dalam novel ini yang tidak lain adalah penculik dari Peter Solomon menyebut dirinya Mal’akh, manusia yang penampakannya seperti monster dan dipenuhi dengan tato disekujur tubuhnya. Dia terobsesi oleh keyakinan bahwa manusia bisa mencapai derajat mirip tuhan dengan menjalankan prosesi dan ritual tertentu. Dirinya merasa bahwa telah mendapat pencerahan setahap demi setahap. Dia yakin bahwa kunci perubahan derajat manusia itu disembunyikan oleh kaum Freemasons. Dia memaksa Langdon untuk mau mengikuti keinginannya karena Peter Solomon menolak membuka rahasia yang diinginkannya.
Mal’akh berusaha agar semua ritualnya berhasil dengan menggunakan berbagai cara. Mal'akh berhasil mengorek rahasia terbesar piramida yang menunjukkan lokasi Misteri Kuno berkat bantuan Landon. Dia membawa Peter menuju ke House of Temple. Di sanalah ia menyelesaikan semua riualnya yang telah ia dambakan selama bertahun-tahun dengan menusuk dirinya dengan Pisau Akedah Kuno yang dia beli lebih dari satu juta dolar oleh keturunan Mason yang tinggi. Semua yang di rencanakan dan diinginkan oleh Mal’akh berhasil dilakukan dan dia mendapatkan apa yang dia inginkan.
Saya terkecoh saat membaca novel ini, lagi dan lagi setelah terkecoh oleh dua novel sebelumnya (Angels and Demons dan The Da Vinci Code). Sebuah kisah yang mengharukan, ternyata Ml’akh adalah Zachary, putra dari Peter Solomon yang dikira telah meninggal dalam penjara dan saya kira Mal’akh benar-benar berhasil setelah ia menyempurnakan penyerahan jiwanya yang suci kepada para dewa, membebaskannya dari cangkang ragawi. Ternyata Peter berbohong tentang Piramida Mason itu. Tak seperti yang Mal’akh kira.
Novel dengan plot/alur yang maju dengan cepat dan hanya sesekali melakukan alur mundur seperti penggambaran latar belakang dan asal-usul dari Mal’akh yang menculik Peter Solomon merupakan keunggulan novel ini dengan menciptakan ketegangan dan hanya sedikit menurunkan tensi saat membaca. Novel setebal 712 halaman ini bahkan memiliki cerita yang tak lebih dari 24 jam. Mitos dan simbol yang melibatkan konspirasi sekte agama, dan ritual kuno, menjadikan penelusuran Langdon menjadi rumit. Pembaca akan merasa dipaksa tak ingin berhenti membaca, mengikuti alurnya sampai selesai, dan berfikir mengenai teka-teki yang tak berujung dalam novel ini. Setiap lembarnya berisi ketegangan dari situasi dan teka-teki yang sedang Langdon coba pecahkan yang membuat pembaca tak ingin menunda membacanya. Novel The Lost Symbol ini high recomended di baca bagi yang suka dengan simbologi, sejarah kebijakan-kebijakan kuno maupun pemerhati organisasi rahasia di dunia.

Book Review : Dan Brown - Deception Point

Judul Buku: Deception Point
Diterjemahkan dari : Deception Point
Penulis : Dan Brown
Terbit Pertama : 2001
Penerjemah: Isma B. Koesalamwardi dan Hendry M. Tanaja
Tebal : 712 halaman
Terbit di Indonesia : Cetakan ke-4, November 2006
Penerbit : Serambi
ISBN : 979-1112-50-9

Novel ini mengisahkan tentang sebuah persaingan antara sang Senator Sedgewick Sexton dan Presiden Zachary Herney untuk menduduki kursi kepresidenan Amerika Serikat. Sexton mengangkat isu pemborosan anggaran negara oleh NASA ketika kualitas pendidikan Amerika dirasa semakin memburuk. Namun Herney ingin mempertahankan NASA dan membuktikan keberadaan NASA memang pantas menjadi simbol kebanggaan Amerika. Dari persaingan tersebut muncullah terobosan baru NASA dengan menemukan sebuah meteorit yang terkubur di dasar es sedalam 200 kaki di benua Arktika.
Rachel Sexton yang bekerja di NRO (National Reconnaissance Office) yang merupakan organisasi yang berkaitan dengan Gedung Putih sedangkan yang juga putri dari Senator Sexton diundang oleh presiden Amerika Serikat untuk membantunya dalam memperkuat kampanye presidennya. diberi misi ke Kutub Utara untuk memberikan keterangan sehubungan dengan benda yang ditemukan oleh NASA. Lalu saat di sana, dia bertemu dengan Michael Tolland, Corky Marlinson, Norah Mangor dan juga Wailee Ming yang menjadi rekan sekerja saat di sana.
Ternyata setelah diteliti, terdapat kebohongan yang disembunyikan dan melibatkan presiden Aemrika Serikat dan NASA yang justru membahayakan nyawa para ilmuwan hingga membunuh beberapa iluwan tersebut dan menyisikan Rachel, Michael dan Corky yang mengetahui kebenaran tersebut. Resikonya mereka harus mengalami kejar-kejaran yang menegangkan dengan para pembunuh dan mempertaruhkan nyawa mereka demi mengungkap kebenaran.
Kisah ini penuh dengan ketegangan dengan alur cerita yang begitu cepat. Penuh dengan muslihat yang luar biasa dan pembaca berhasil terkecoh oleh konflik yang ada di dalamnya. Perang politik, pro dan kontra, hingga ambisi yang mewarnai kisah ini. Presiden yang ingin mempertahankan posisinya dan mempertahankan NASA dan ambisi Senator Sexton yang haus kemenangan dan kekuasaan. Dalang dari kebohongan yang melibatkan presiden Amerika Serikat, NASA, para ilmuwan tentang meteorit itu adalah orang yang tak disangka sebagai pelaku oleh pembaca. Dan Brown luar biasa.
Novel-novel Dan Brown memang selalu menarik saya untuk membacanya tanpa henti. Meski termasuk buku yang tebal halamannya di atas 600 halaman, tapi karena saking menariknya, saya dapat menyelesaikan novel-novel Dan Brown hanya dua hari. Yang menjadi khas ketika  membaca novel karya Dan Brown adalah tokoh jahat selalu tidak terduga, syarat akan pengetahuan yang begitu luar biasa dan dijelaskan secara detail, dan selalu dalam setting waktu yang singkat dan tidak lebih dari 24 jam. Karya Dan Brown harus menjadi koleksi bacaan bagi orang-orang yang menyukai cerita-cerita thriller, penuh konspirasi, dan haus akan pengetahuan. Tidak terkecuali dengan Deception Point.

Book Review : Dan Brown - Digital Fortress

Judul Buku: Digital Fortress
Diterjemahkan dari : Digital Fortress
Penulis : Dan Brown
Terbit Pertama : 1998
Penerjemah: Ferry Halim
Tebal : 600 halaman
Terbit di Indonesia : Cetakan ke-7, Juli 2006
Penerbit : Serambi
ISBN : 979-1112-50-9

Sebuah ancaman muncul. NSA (National Security Agency) lembaga rahasia Amerika Serikat yang menangani pemecahan sandi-sandi untuk melindungi data-data penting dari para hacker dan penyusup atau serangan-serangan virus memiliki mesin rahasia canggih pengurai sandi bernama TRANSLTR. Ensei Tankado, salah seorang kriptograf NSA, menentang penggunaan mesin itu karena NSA tidak menyertakan sebuah program di TRANSLTR yang dapat mencegah NSA menguping hubungan komunikasi orang-orang yang taat hukum di seluruh dunia, dimana kunci program tersebut dipegang oleh Kantor Federal dan Departemen Kehakiman. Tankado menganggap hal ini sama saja dengan memasang alat penyadap di setiap telepon di seluruh dunia. Oleh karena protes Tankado tidak ditanggapi, Tankado pun berhenti dari NSA. Tankado pun membuat software 'asing' dan memasukannya  ke dalam TRANSLATR yang dinamakan benteng digital. Tankado berhasil menyudutkan NSA. Tankado mengancam jika NSA tidak memberitahu pada publik tentang penggunaan TRANSLTR, maka ia akan menjual kunci sandi tersebut kepada pihak lain. Dan kalaupun NSA melakukan sesuatu padanya, rekan rahasianya akan langsung mempublikasikan kunci sandi itu ke seluruh dunia.
Trevor Strathmore wakil direktur NSA, yang kemudian memanggil Susan Fletcher yang juga seorang kriptografer dan menduduki posisi penting di NSA untuk menyelesaikan masalah ini. Dikatakan bahwa, Ensei Tankado telah menyusupkan virus pada TRANSLTR dan belum dapat dipecahkan. Sayangnya saat Strathmore dan susan baru saja memulai untuk memecahkan masalah tersebut, Tankado yang berada di Spanyol telah terbunuh. Tankado meninggalkan kunci sandi pemecah virusnya pada cincin yang dikenakannya dan pada seseorang di mana ia berniat untuk menjualnya.
Sementara, Strathmore tidak mau tinggal diam begitu saja, ia pun mengutus Tunangan susan, David Becker adalah seorang profesor di Universitas Georgetown, ahli bahasa asing. Keberadaan seorang David Becker yang mampu menguasai berbagai bahasa, membantu pekerjaan Susan dalam memecahkan kode.
David Becker ke Spanyol sebagai orang sipil yang tidak berhubungan dengan NSA untuk mengambil cincin tersebut pada barang-barang yang ditinggalkan Tankado di Spanyol. Selain itu, karena Becker menguasai banyak bahasa, diharapkan tidak mengalami kesulitan untuk melakuan tugas itu.
Ambisi Strathmore terhadap pemecahan masalah ni justru malah memperkeruh suasana dan memperuit semuanya. Strathmore yang termakan umpan Tankado telah memotong jalan penyaring Gauntlet, suatu program disinfektan yang memeriksa dokumen-dokumen yang akan masuk ke TRANSLTR agar bebas dari virus. Karena kesalahan Strathmore inilah, bank data utama yang berhubungan dengan TRANSLTR juga terinfeksi virus. Tanpa perisai itu, seluruh data dalam bank data bisa diakses siapa saja. Satu-satunya yang dapat menghentikan aksi virus itu hanyalah kode yang terdapat di cincin Tankado. Selanjutnya, bank data yang berisikan cetak biru dari senjata-senjata canggih, analisis-analisis dan proposal untuk operasi terselubung, dan data-data vital lain yang dirahasiakan di semakin terancam.
Novel Dan Brown kali ini berbasis teknologi komputer. Khas Dan Brown dengan gaya intelektualnya mengupas mengenai program komputer, virus, worm, keamanan data internasional, dan tentunya lembaga NSA sebagai objekya. Memberikan pembaca berbagai pengetahuan yang dibalut dengan teka-teki penuh misteri menjadikan novel ini menjadi sebuah bacaan yang menyedot pembaca untuk tidak berhenti membaca.

Kekurangan dari novel ini mungkin dari segi istilah-istilah teknologi yang asing dan jarang didengar, sehingga pembaca (termasuk saya) harus googling tentang istilah-istilah tersebut. Tapi tidaklah rugi, pengetauan kita jadi semakin bertambah. Bagi para pecinta komputer atau pecinta cerita misteri dan teka-teki, coba baca novel ini. Recomended pokonya.

Book Review : Jonas Jonasson - The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared

Judul Buku: The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared
Diterjemahkan dari : The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared
Penulis : Jonas Jonasson
Terbit Pertama : 2013
Penerjemah: Marcalais Frasisca
Tebal : 508 hlm
Terbit di Indonesia : Cetakan ke-7, September 2015
Penerbit : Bentang
ISBN : 978-602-291-018-3

Kisah tentang seorang Allan Karlson, seorang pria tua penggila Vodka yang kabur dari tempat tinggalnya di rumah lansia pada hari ulang tahunnya yang ke 100. Ulang tahun Allan yang ke 100 dirayakan dengan spesial, dan turut dihadiri oleh Walikota disertai pers yang akan meliput momen tersebut. Sayangnya hanya yang berulang tahunlah yang tidak berkenan hadir pada pesta itu. Allan kabur melalui jendela dan memutuskan untuk pergi ke stasiun bus untuk menjauhi kota dengan menaiki bus sesuai dengan bekal uang yang dibawanya.
Di Terminal Bus Malmkoping, Allan bertemu seorang pemuda dengan sebuah koper besar, dan berjaket denim yang bertuliskan Never Again di bagian punggungnya. Pemuda itu meminta bantuan Allan untuk menjaga kopernya karena dia ingin ke toilet. Tak lama setelah sang pemuda ke toilet, bus Allan pun datang. Dengan nekat, Allan membawa koper besar itu kedalam bus menuju Strangnas. Pikir Allan, koper itu berisi pakaian yang bisa ia pakai di hari-hari pelariannya, tapi ternyata koper itu berisi uang senilai 50 juta Krona.
Allan yang nekat pergi dengan koper itu, tak menyangka ternyata koper itu membawa malapetaka. Allan dicari oleh gangster Never Again untuk mengambil kembali kopernya. Dari mana kelompok itu mendapat uang sebanyak itu? Namun satu persatu kelompok kriminal tersebut mampu Allan atasi dengan kisah yang amat konyol. Allan sempat menjadi tranding topik sebagai pria tua yang dikabari diculik hingga kasus berubah menjadi pria tua sebagai buronan polisi.
Novel yang menarik. Mengisahkan tokoh utama dengan karakter polos dengan selera humor yang tinggi. Dia mampu merubah suasana introgasi yang tegang menjadi sebuah suasana yang penuh lawakan. Bahasa yang mudah diikuti dan dimengerti.
Novel ini diceritakan dengan alur maju-mundur. Alur maju menceritakan petualangan Allan pasca melarikan diri dari Rumah Lansia sedangkan alur mundur mengisahkan asal-usul Allan, kehidupan Allan semasa kecil, dan bagaimana Allan yang tumbuh dengan memulai pekerjaannya di pabrik pembuat bahan peledak. Siapa sangka semasa hidupnya, Allan yang mahir merakit alat peledak Allan bisa menjelajah dunia memiliki relasi yang baik dengan orang-orang terkenal di dunia. Hal yang membuat saya terkejut adalah dari beberapa negara yang dikunjungi Allan, Indonesia salah satunya dan mengisahkan hidupnya beberapa tahun di Indonesia meski citra Indonesia tidak begitu baik di mata orang luar.
Kekurangan dari novel ini, terlalu detail saat menceritakan alur mundur sehingga terkesan mengesampingkan alur maju pasca Allan kabur dari rumah lansia. Mungkin akan lebih menarik jika penulis memberi bagian lebih banyak pada alur majunya. Dengan karakter dan latar tempat yang begitu banyak terdapat di alur maju dan alur mundur membuat pembaca mesti mengingat-ingat kembali karakter, kejadian, dan lokasi yang dibicarakan.