Istilah Epistemologi berasal dari bahasa Yunani (Gree: episte =
knowledge + Logos = theory). Jadi Epistemology adalah teori ilmu pengetahuan
(theory of knowledge, Erkennisttheorie). Sedangkan Aristoteles mengemukan
Epistemologi sebagai suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan rasional
dengan obyeknya sendiri yang tepat. Lebh rinci lagi menurut Hunnex,
Epistemologi merupakan suatu cabang filsafat yang membahas tentang sifat dasar,
sumber, dan validitas pengetahuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ilmu
pengetahuan yang membicarakan tentang ilmu pengetahuan disebut dengan
epistemology. Dari Pengertian dasar Hunnex di atas maka dapat diambil benang
merah fokus pembahasan epistemology adalah:
Dari mana memperoleh Ilmu pengetahuan (Sumber pengetahuan) ?
Bagaimana hubungan antara subyek yang mengetahui dengan obyek
yang diketahui ( struktur, situasi pengetahuan)?
Apa
kriteria pengetahuan yang disebut benar?
Apa
yang menjadi batas (wilayah) ilmu pengetahuan?
A.
Cara memperoleh Ilmu.
Dalam konsep filsafat islam, ilmu diperoleh melalui dua jalan
yaitu jalan Kasbi atau Khushuli dan jalan Ladunni atau Khuhuri. Jalan kasbi
adalah cara berfikir sistematis dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan
bertahap melalui proses pengamatan , penelitian, percobaan dan penemuan. Ilmu
ini biasa diperoleh oleh manusia pada umumnya, sehingga seorang yang menempuh
proses itu dengan sendirinya ia akan memperoleh ilmu tersebut. Sedangkan ilmu
Ladunni, diperoleh orang-orang tertentu, dengan tidak melalui proses ilmu pada
umumnya, tetapi oleh proses pencerahan oleh hadirnya cahaya ilahi dalam qalb,
dengan hadirnya cahaya ilahi itu semua pintu ilmu terbuka menerangi kebenaran ,
terbaca dengan jelas dan terserap dalam kesdaran intelek, seakan-akan orang
tersebut memperoleh ilmu dari tuhan secara langsung.
Disini Tuhan bertindak sebagai pengajarnya. Untuk
metode memperoleh ilmu pengetahuan dengan metode Kasbi dengan metode yang
sitematik dan metodik, metode ini tidak menjadi perdebatan panjang ketika di
tawarkan pada forum ilmiah, karena sesungguhnya metode yang dipakai zaman
sekarang sebagian besar adalah metode kasbi ini. Namun yang menarik adalah
dalam filsafat islam dikenal juga metode laduni yang menjadi kajian, apakah ini
mungkin ?. untuk menjawab pertanyaan ini maka kita telusiri beberapa ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang hal ini sebagai berikut :
“Dan dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian menyodorkannya kepada
para malaikat lalu berfirman : baritahukanlah pada-Ku nama-nama semua itu, jika
kamu memang benar. Mereka menjawab : Maha suci engkau ajarkan kepada kami.
Sesungguhnya Engkau-lah yang maha tahu dan maha bijak”
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menjadi pengajar bagi Adam
tentang nama benda-benda, kemudian , bisa dilihat dalam Surat Al-Alaq ayat 3 –
5 berikut ini :
“Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, (3),Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. (4), Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (:5). Ayat ini memperjelas bahwa Allahpun menjadi pengajar ummat
manusia, bukan hanya nabi Adam. Inilah konsep islam tentang sumber ilmu pengetahuan.
B.
Obyek Kajian Ilmu
Obyek kajian ilmu adalah ayat-ayat Allah sendiri, yaitu
ayat-ayat Allah yang tersurat dalam kitab suci yang berisi firman-firman-Nya,
dan ayat-ayat allah yang tekandung dalam Ciptaan-Nya yaitu alam semesta dan
diri manusia sendiri. Kajian kitab suci kembali akan melahirkan ilmu agama,
sedangkan kajian terhadap alam semesta, dalam dimensi fisik atau materi,
melahirkan ilmu alam dan ilmu pasti, termasuk didalamnya kajian terhadap
manusia dalam kaitanya dengan dimensi fisik, akan tetapi pada dimensi non
fisiknya, yaitu perilaku, watak dan eksistensinya dalam berbagai aspek
kehidupan, melahirkan ilmu humaniora, sedangkan kajian terhadap ketiga
ayat-ayat Allah itu pada tingkatan makna, yang berusaha untuk mencari
hakikatnya, melahirkan filsafat. Landasan syariah
pembagian obyek ilmu pengetahuan ini adalah sebagai berikut , dapat dilihat
pada Az-Zukhruf ayat 3 dan 4 berikut ini :”Sesungguhnya Kami menjadikan
al-Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya). Dan sesungguhnya
al-Qur'an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah
benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah. (QS. 43:3 -
4).
Ayat ini menjelaskan tentang Al-Qur’an sebagai obyek berfikir
dan menjadi pusat pengetahuan. Sementara tu tentang alam sebagai obyek
pemikiran untuk kepentingan manusia dapat dilihat pada ayat Al-Jatsiyah ayat 5
berikut ini “dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah
dari langit lalu dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan
pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang berakal. (QS. 45:5)”. Ayat lain yang juga mengabarkan hal yang sama dapat
dilihat pada Surat An-Nahl ayat 11 dan 12 berikut ini “Dia menumbuhkan bagi
kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur, dan segala
macam buah-buahan.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan
untukmu.Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan
perintah-Nya.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya), (QS. 16:11 - 12). Sedangkan
mengenai manusia dapat dilihat dalam Surat Ar-rum ayat 20-21 berikut ini : “Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah,
kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:20 - 21)
C.
Kebenaran Ilmu
Kebenaran dalam wacana ilmu adalah ketepatan metode dan
kesesuaian antara pemikiran dengan hukum-hukum internal dari objeyek kajiannya.
Dalam epistemology dan filsafat ilmu pengetahuan dikenal empat macam teori
kebenaran yaitu :
1. Teori
Kebenaran Korespondensi (the Correspondence of Truth, the accordance theory of
truth), menyatakan bahwa suatu teori/proposisi benar bila proposisi atau teori
itu sesuai dengan fakta (kenyataan). Kebenaran adalah kesetiaan pada realitas
obyektif. Aristoteles menyebut ini dengan teori pengambaran/cermin yang ia
rumuskan sebagai “veritas est adaequatio intellectus et rhei”.
2. Teori
Kebenaran Konsistensi atau koherensi (the concistence theory of truth, the
accordance theory of truth). Kebenaran adalah
saling hubungan antar putusan-putusan atau kesesuaian/ketaatasasan dengan
kesepakatan atau pengetahuan yang telah dimiliki.
3. Teori
kebenaran Pragmatis (the pragmatic theory of truth)
Benar tidaknya suatu teori justru ditentukan oleh bemamfaat atau
tidaknya teori itu bagi praksis kehidupan. Bahkan schiller menyatakan apa “yang
berguna” (usefull) adalah benar dan yang “tidak berguna” (useless) adalah
salah.
4. Teori
kebenaran Performatif
Kebenaran dikaitkan dengan pernyataan, maka suatu pernyataan
dikatakan benar apabila apa yang dinyatakan dilakukan sesuai dengan tindakan
dan kewenangan yang ada padanya. Austin syarat tuturan performatif yang wajar
sebagai berikut:
a.
Tuturan itu dituturkan dalam situasi yang tepat sehingga
pernyataan mempunyai efek bagi tindakan.
b.
Harus diucapkan orang yang memiliki kempetensi/wewenang untuk
itu.
c.
Harus ada tangapan dan keterbukaan dua pihak, sehingga tuturan
benar-benar menjadi tindakan.
d.
Ada kesesuaian antara ucapan orang yang menyatakan tuturan
dengan tindakannya sendiri.
Dalam filasafat islam, kebenaran sesungguhnya datang dari allah,
melalui hukum-hukumnya yang sudah ada dan ditetapkan pada setiap
ciptaan-Nya,yaitu dalam alam semesta, manusia dan Al-qur’an. Semua itu
merupakan ayat-ayat Allah yang menjadi sumber kebenaran yang terkandung dalam
sunnatullah : hukum alam, hukum akal sehat dan juga hukum agama (moralitas).
Hal ini ditegaskan Allah dalam surat Ali imran ayat 60 berikut ini : “(Apa yang
telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena
itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS. 3:60). Kemudian di
jelaskan dalam Surat Sabaa’ ayat 6 : “supaya Allah nenberi balasan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh.Mereka itu adalah
orang-orang yang baginya ampunan dan rezki yang mulia. (QS. 34:4). Tentang
kebenaran alam semesta dinyatakan dalam surat Yunuus ayat 5 berikut ini :
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. 10:5). Dilanjutkan
dalam surat Al-hijr ayat 85 berikut ini : “Dan tidaklah Kami menciptakan langit
dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar-benar.Dan
sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan
cara yang baik. (QS. 15:85). Untuk kebenaran Al-qur’an dinyatakan Allah dalam
Surat Al-Baqarah : 213 berikut ini “Manusia itu adalah ummat yang satu.
(Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi
kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab
yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang
mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang
yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka
Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal
yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi
petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS. 2:213). Untuk
manusia dijelaskan dalam surat Fussilat ayat 53 berikut ini : “Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan
pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur'an itu
benar.Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia
menyaksikan segala sesuatu (QS. 41:53).
d. Tujuan Ilmu
Pada prinsipnya tujuan ilmu adalah konseptualisasi
fenomena-fenomena alam dan menjelaskan hukum kausalitas serta menemukan
asas-asas umum. Tujuan itu sesungguhnya untuk mendukung manusia menemukan
tertib kosmos yang berada disekitarnya. Ketika ilmu telah melakukan
specialisasi disiplin, tampak bahwa ilmu kehilangan watak kesatuannya guna
mendukung kosmos (keteraturan dan kebijaksanaan) manusia. Ia tidak menciptakan
kebijaksanaan itu, bahkan malah melawannya.
Dalam konsep filsafat islam, ilmu pada hakikatnya merupakan
perpanjangan dan pengembangan ayat-ayat Allah, dan ayat-ayat Allah merupakan
eksistensi kebesarnya dan manusia diwajibkan untuk berfikir tentang ayat-ayat
Allah. Dan ilmu yang ada bertujuan untuk menciptakan kedamaian dan menjauhkan
diri dari kerusakan, dan terjauh dari perangkap hawa nafsu seperti terlihat
dalam surat Al-Mukminuun ayat 71 berikut ini : “Andaikata kebenaran itu
menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang
ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan
mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (QS. 23:71).