sumber : bandungkab.go.id |
Selain menguasai pusat-pusat
pemerintahan, puseur dayeuh atau
lingkungan keratin, pihak kesultanan Banten, Cirebon dan Maaram pun, kemudian menguasai tempat-tempat yang
dianggap suci yang disebut mandala atau
kabuyutan. Ada juga yang menyebutnya tanah
kaintar, artinya tempat yang dideklarasikan atau disucikan dalam ajaran lama
masyarakat Sunda pada masa itu.
Penguasaan kabuyutan sebagai pusat
ajaran lama, oleh pihak kesultanan melalui para utusannya yang terdiri dari
para juru dakwah, ulama, seniman, atau kaum Muslim lainnya, kemudian dijadikan
sebagai titik-titik penyebaran dan perluasan ajaran agama Islam. Tampak sekali,
dari beberapa situs cagar budaya, seperti Cijambe, Pasirmiri-miri, Pangudar,
Ngabehi, Sumur Bandung, Sukaraja, dan lain-lain, berdasarkan silsilahnya selalu
dikait-kaitkan dengan tokoh-tokoh yang berasal antara Kesultanan Mataram,
Cirebon, dan Banten.
Penyebaran Isalm di wilayah
Kabupaten Bandung pada pertengahan abad ke-16 dan abad ke-17, selain dilakukan
oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Kesultanan banten, Cirebon, dan Mataram,
juga ada yang dilakukan oleh pribumi atau para keturunan Prabu Siliwangi,
yaitu:
1. Kean Santarng yang melakukan Islamisasi di wilayah Rancabali
(Patenggang), Ciwidey (Sinapeul), Soreang (Gunung Sadu) hingga daerah Munjul
(Baleendah).
2. Kertamanah yang melakukan Islamisasi di daerah Pasirjambu
(Kabuyutan).
3. Paku Jaya yang melakukan Islamisasi di daerah Ciwangi-Cipaku,
Kecamatan Paseh.
4. Dipati Ukur, yang melakukan Islamisasi di daerah Kertasari
(Gunung Wayang), Cikondang (Gunung Tilu), Pacet (Pabuntelan dan Tenjonagara).
Jika pada masa klasik atau jaman
kerajaan-kerajaan yang berpola kepercayaan asli bercampur Hindu/Budha, kabuyutan memiliki peran penting yang
mendampingi peran keratin dalam bidang pendidikan mental spiritual, dan
dianggap sebagai tempat suci, maka sejak adanya perluasan penyebaran agama
Islam secara tradisional. Status kabuyutan
sebagai tempat suci dan sacral perlahan terkubur. Berbagai sarana/prasarana
yang menjadi media ajaran lama, seperti punden berundak, arca, sanggah, lingga,
dan yoni, banyak lenyap. Ada kemungkinan dilenyapkan. Dan kemudian mengikuti
disesuaikan dengan budaya-budaya pesantren yang bertolak kepada ajaran yang
bersumber dari Al Quran dan Hadits. Hal ini bias ditemukan dari adanya
jenis-jenis kesenian buhun yang masih tersisa.
Mnta sumbernya donk Kang, atau lngsung k lapangan?, Butuh infonya lbih dlam juga. Klo berkenan PC 082320528432
ReplyDeleteDekat rumah saya
ReplyDelete