Penulis : Dee
Terbit Pertama : 2011
Tebal : 94 halaman
Cetakan : Maret 2013
Penerbit : Bentang
ISBN
: 978-602-7888-24-1
Kisah seorang bernama Tansen Roy Wuisan, dia yang sebenarnya
cucu dari Tan Sie Gie, namun sama sekali idak mengenal siapa Tan Sie Gie. Setelah
dia menghadiri pemakaman seseorang yang sama sekali tak ia kenal itu, tapi
mengapa namanya ada dalam ahli waris orang itu. Warisan yang diterimanya hanya
sebuah amplop berisi kunci dan sebuah alamat sebuah toko yang sudah lama tak
beroperasi. Di sana dia bertemu dengan Pak Hadi, lelaki tua yang mendiami
tempat itu.
Diceritakan bahwa ternyata Tansen adalah cucu dari Tan Sie
Gie alias pewaris dari toko roti Tan de Bakker. Tan Sie Gie mewariskan Madre
pada dirinya agar dia merawat Madre dengan baik. Madre, adonan biang roti yang lahir
pada tahun 1941, dan terbuat dari tepung, air, fungi Saccharomyses exiguus dan
bakteri. Namun, Pak Hadi membicarakan Madre seolah Madre adalah manusia yang
perlu di rawat dengan baik. Tansen pun diajari membuat roti menggunakan Madre
oleh Pak Hadi dan mencatat apa yang Tasnen alami dalam blognya. Hingga ada
pembaca yang tertarik dengan Madre, bernama Meilan Tanudwidjaja seorang wanita
yang juga masih keturunan tionghoa dan juga pengusaha roti.
Kisah baru pun dimulai. Kisah antara Tansen, Pak Hadi dan keluarga
Tan de Bakker, dan seorang gadis bernama Mei berjuang menghidupkan kembali apa
yang selama ini mati suri. Menghidupkan kembali Madre. Membangkitkan kejayaan
Madre. Gabungan antara sejarah, perjuangan, dan cinta bersatu dalam cerita ini
seperti sebuah adonan roti. Semua berawal dari Madre untuk kejayaan Madre.
Kelebihan buku ini, adalah penulis mampu menggiring rasa
ingin tahu pembaca dengan judul buku ini sendiri. Melihat cover buku ini dan
membaca judulnya “Madre” akan membuat orang bertanya, apa Madre itu. Dari segi
penyampaian alur cerita, menggunakan bahasa yang kmunikatif, tidak baku, dan mudah
dipahami. Konflik yang sederhana namun pembaca dapat menangkap makna dan
manfaat dalam penyelesaian konflik tersebut. Kekurangannya, bagi saya cerita
ini terlalu singkat sehingga penyelesaian dalam konflik yang ada pun hanya
secara sederhana.
Madre ini sudah diangkat menjadi sebuah film yang diperankan
oleh Vino G. Bastian dan Didi Petet. Bagi orang yang sudah melihatnya di film,
pasti tau dengan cerita ini. Namun tentu tak selalu sama antara apa yang ada di
buku dan di film. Terdapat beberapa perbedaan antara film dan novel. Misalnya
perbedaannya pada setting tempat. Dalam novel, setting tempat pemakaman
Tionghoa dan toko roti Tan de Bakker adalah Jakarta, namun di film mengambil
setting pemakaman di Makam Pandu dan gedung tua di Jl. Braga, Bandung. Sosok
pak Hadi dalam novel adalah seorang lelaki dengan logat Jawa, namun dalam film
pak Hadi justru kental dengan logat Sunda.
0 komentar:
Post a Comment