Monday, August 7, 2017

Bahaya As Syukhu

Banyak di antara manusia yang terlena akan kenikmatan dunia. Banyak di antara manusia yang terlena akan hartanya. Banyak pula manusia yang gila karena hartanya. Padahal harta merupakan ujian dari Allah. Baik yang hartanya banyak, maupun yang diuji dengan harta yang sedikit. Ke mana harta itu akan di bawa, untuk apa harta itu digunakan, tentu akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Allah swt. Alla berfirman :
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا ِلأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar.# Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta`atlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. QS. At Taghabun: 15-16
Dalam tafsir ibnu katsir disinggung hal sebagai berikut:
قَوْلُهُ تَعَالَى ]إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ[ أَيْ اِخْتِبَارٌ وَاِبْتِلاَءٌ مِنَ اللهِ تَعَالَى لِخَلْقِهِ لِيُعْلَمَ مَنْ يُطِيْعُهُ مِمَّنْ يُعْصِيْهِ وَقَوْلُهُ تَعَالَى وَاللهُ عِنْدَهُ أَيْ يَوْمُ اْلقِيَامَةِ
Firman Allah Ta’ala , “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)”, yaitu cobaan dan ujian dari Allah Ta’ala kepada ciptaan-Nya (makhluk-Nya) agar dapat diketahui siapa yang menta’ati-Nya di antara oang yang maksiat kepada-Nya. Dan firman Allah Ta’ala, “di sisi Allah-lah” yaitu pada hari kiamat. Tafsir Ibnu Katsir IV: 377

Jadi ternyata manusia diberi ujian itu agar dapat diketahui mana hambanya yang ta’at dan mana hambanya yang membangkang atau bermksiat kepada Allah. Dalam ayat ini bentuk perintah dari Allah dalam menyikapi ujian dari keturunan adalah dengan menafkahinya dengan nafkah yang baik dan halal tentunya. Manusia juga mseti berhati-hati dengan sifat kikir ketika ia memiliki harta baik sedikit apalagi banyak. Dalam ayat di atas, kata kikir tidak menggunakan kata Al-Bukhlu/Al-Bakhil, tetapi menggunakan istilah Asyukhu. As-Syukhu (rakus) dalam tafsir Al Qurtubi dikatakan :

اَلشُّحُّ وَالْبُخْلُ سَوَاءٌ; وَجَعَلَ بَعْضُ أَهْلِ اللُّغَةِ اَلشُّحُّ أَشَدُّ مِنَ الْبُخْلِ. وَفِي الصِّحَّاحِ: اَلشُّحُّ اَلْبُخْلُ مَعَ حَرْصٍ
Asy Syuhhu (tamak/rakus) dan Al Bukhlu (kikir) sama saja, dan sebagian para ahli bahasa menjadikan Asy Syuhhu lebih dari Al Bukhlu. Dan di dalam kitab Ash Shihhah; Asy Syuhhu adalah Al Bukhlu yang disertai dengan ketamakan (rakus). Tafsir Al Qurthubi XVIII: 146
وَقَالَ طَاوُسٍ: اَلْبُخْلُ أَنْ يَبْخَلَ اْلإِنْسَانُ بِمَا فِي يَدِهِ, وَالشُّحُّ أَنْ يَشُحَّ بِمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ, يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ مَا فِي أَيْدِيْهِمْ بِالْحَلِّ وَالْحَرَامِ, لاَ يُقْنِعُ
Dan Thawus berkata, “Al Bukhlu itu manusia yang pelit (kikir) dengan apa-apa yang ada pada dirinya, sedangkan Asy Syuhhu itu dengan apa-apa yang ada pada orang lain, dia menginginkan supaya menjadi miliknya apa-apa yang menjadi milik mereka dengan cara yang halal dan haram, tidak tidak merasa cukup”. Tafsir Al Qurthubi XVIII: 146

Jelas sudah bahwa As-Syukhu itu lebih berbahaya dari Al-Bukhlu, karena Asyukhu itu melibatkan pula perasaan ingin memiliki apa yang menjadi milik orang lain. Sungguh bahaya jika manusia dalam dirinya sudah ada bibit-bibit as-yukhu, karena akan memunculkan rasa tidak tenang dalam dirinya sebelum yang diinginkannya terwujud, dan akan menghalalkan apa yang diharamkan kepadanya. Maka jadilah kita manusia yang selalu memiliki sifat qonaah (merasa cukup), maka kita akan menjadi hamba-hamba yang bersyukur kepada Allah swt. Sebagaimana sabda Rosulullah saw :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ e يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحْسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحَكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحَكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ
Dari Abu Hurairah berkata, ‘Rasulullah saw bersabda, “Wahai Abu Hurairah! Jadilah kamu orang yang menjauhkan diri dari dosa, niscaya kamu akan menjadi orang yang paling beribadah (ta’at) kepada Allah. Jadilah kamu orang yang selalu meras cukup, niscaya kamu akan menjadi orang yang paling bersyukur. Cintailah manusia sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri, niscaya kamu akan menjadi orang yang mukmin. Berbuat baiklah kepada tetangga orang yang menjadi tetanggamu, niscaya kamu akan menjadi muslim (selamat). Dan sedikitkanlah tertawa, maka memperbanyak tertawa itu akan mematikan hati”. Sunan Ibnu Majah II: 1410 No. 4617


0 komentar:

Post a Comment