Tuesday, April 28, 2015

Pemakaman PANDU

Makam Pandu merupakan salah satu makam tertua di Bandung, yang kini menjadi taman pemakaman umum. Umumnya yang dimakamkan disini beragama non muslim. Pemakaman Pandu sendiri bisa dibilang unik, karena berisi makam dengan latar dan budaya yang berbeda serta menyimpan banyak kisah sejarah dari tokoh-tokoh yang dimakamkan disana.

Makam Freemason
Di komplek pemakaman ini terdapat pula sebuah makam dengan simbol Freemason yang berupa jangka dan mistar yang saling bertumpuk. Kondisi makam tersebut sudah tertutup rerumputan dan tidak akan terlihat jika saja rumput nya tidak dibersihkan. Tidak ada infomasi yang tercantum dalam nisannya, tidak ada nama maupun tulisan. Dan menurut kabar yang saya dengar, sudah tidak ada lagi yang mengurus makam tersebut, sehingga sewaktu-waktu makam tersebut bisa digusur kapan saja.


Makam Schoemaker
Nama schoemaker mungkin terdengar tidak asing, tapi bukan merujuk pada pembalap terkenal asal Jerman, melainkan seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang karya-karyanya menjadi ikon Kota Bandung seperti Gedung Merdeka, Observatorium Bosscha, Villa Isola (Rektorat UPI), Hotel Preanger, Gedung Jaarbeurs, dan masih banyak lagi.


Mausoleum Ursone

Makam yang paling berbeda dari yang lain, karena penampakanya yang paling menonjol. Ursone sendiri adalah seorang peternak sapi perah dan pemilik industry susu di Lembang. Bandung Milk Center (BMC) yang distributornya bisa dijumpai di Jalan Aceh merupakan peninggalannya. Selain memiliki peternakan sapi, Ursone juga memiliki banyak tanah Di lembang, salah satunya adalah Observatorium Bosscha yang lahannya merupakan hibah dari Ursone.


Makam Raymond Kennedy
Sekilas makam tersebut tampak bak batuan dari zaman megalithikum di tengah rimbunnya semak. Padahal di balik semak tersebut tersimpan informasi yang sudah aus mengenai orang yang suka disebut John padahal Raymond. Bekas plakat tercetak pada batu tersebut. Mungkin ini kerjaannya kolektor karena hasilnya rapi.

Raymond Kennedy merupakan pendukung kemerdekaan Indonesia. Dia seorang ilmuwan lagi humanis. Berdasarkan penelusuran Mang Asep, Kennedy lahir pada 6 Desember 1906. Setelah lulus dari Yale pada tahun 1928, dia bekerja di General Motor regional Asia Tenggara sebagai salesman. Dia mulai tertarik dengan kebudayaan dan orang Indonesia ketika bekerja di Indonesia. Dia pun mengambil keputusan untuk mempelajari teknologi dan antropologi di Yale. Dia merupakan pionir pusat studi Asia Tenggara di Yale, mengumpulkan semua terbitan mengenai Indonesia di sana, serta menjadi konsultan bagi AS mengenai pemerintahan Hindia Belanda.


Makan Laci

Makam di komplek ini memiliki bentuk yang unik. Di sini makam-makam disusun seperti lemari dengan laci-laci yang berderet dua tingkat sehingga membentuk sebuah dinding yang penuh dengan nisan. Nisan-nisan yang terpasang memiliki bentuk yang hampir mirip, umumnya persegi panjang, tetapi sebagian dari nisan-nisan tersebut sudah tidak terbaca lagi tulisannya, bahkan ada beberapa laci yang dalam kondisi rusak dan terbuka.


Makam keluarga Tan
Marga Tan merupakan salah satu marga China paling terkenal di Indonesia. Tan yang dimaksud di sini adalah seorang pengusaha dari Semarang yang pindah ke Bandung. Istrinya membuka usaha batik lalu perusahaan keluarga ini menjadi besar dan terkenal. Dia membangun rumah megah dan termasuk orang pertama di Bandung yang memiliki mobil. Peninggalannya bisa ditemui di Jalan Kebonjati, yaitu Hotel Surabaya. Hal yang biasa di semua kota besar di Pulau Jawa apabila kita menemukan hotel dinamai dengan nama kota di dekat stasiun utama. Misalnya jika orang Cirebon mampir ke Bandung, dia bakal menginap di Hotel Cirebon. Yang agak aneh adalah di Bandung ternyata ada Hotel Bandung juga.

Tan memiliki seorang anak gadis yang terlibat dalam percintaan yang tidak dikehendaki orangtuanya. Kasus itu menjadi aib dan omongan banyak orang, apalagi karena melibatkan keluarga terpandang. Saking sensasionalnya, kisah ini dibukukan dengan judul “Rahasia Bandung” (atau “Rasia Bandung”).

Tan lahir di Amoy di China Selatan. Di pulau inilah seorang pejuang Indonesia, Tan Malaka, tinggal cukup lama. Di sana Tan Malaka mengajar bahasa Mandarin, Prancis, dan Jerman, serta menulis buku “Menuju Republik Indonesia Merdeka” dalam bahasa Belanda.


Sumber :
http://debookbug.blogspot.com/2012/02/tak-sekadar-makam-menilik-makam-pandu.html

0 komentar:

Post a Comment