Dari 216,977 km jalur kereta api di Jawa Barat yang sudah tidak aktif lagi, terdapat diantaranya adalah jalur kereta api yang menghubungkan Rancaekek (kab. Bandung), Jatinangor dan Tanjungsari (kab. Sumedang) sepanjang 11,4 km (Sumber) –sumber lain menyebutkan 11,2 km-. Dalam kesempatan ini, saya baru dapat melakukan tracking jalur tersebut dari Rancaekek sampai Jatinangor sepanjang kurang lebih 4 km.
Courtesy: Collectie Troopenmuseum
Terlihat dari lingkungan sekitarnya, mungkin saja ini jembatan saat melintasisungai Cikeruh yang memotong jalur rel di sekitar Bojongpulus |
Alur kereta api Rancaekek-Tanjungsari merupakan jalur yang terletak di lingkup wilayah Daop 2 Bandung. Pada masa pembangunan sebenarnya jalur ini akan tembus hingga cirebon tetapi karena faktor keadaan alam di daerah Cadaspangeran yang memiliki jurang yang sangat dalam tidak memungkinkan jalur ini di bangun hingga cirebon jadi jalur ini dibangun hanya sampai Stasiun Tanjungsari. Jalur ini dahulu selain untuk angkutan penumpang juga untuk angkutan komoditi barang, tetapai pada masa pendudukan Jepang di Indonesia jalur ini dipreteli untuk diangkut ke Bayah, Lebak, guna pembuatan jalur kereta pengangkut batu bara. Selain itu kita masih bisa melihat sisa-sisa jalur ini seperti Jembatan Cikuda atau masyarakat sekitar memberi nama Jembatan Cincin di kawasan Universitas Padjadjaran Jatinangor.
Bekas percabangan ini berada + 100 m sebelah timur stasiun Rancaekek dan sekarang hanya berupa pematang sawah, tapi bekas-bekas jalur KA masih terlihat jelas jika dilihat dari Google-Map. Untuk mencapai kesini hanya bisa dilakukan dengan berjalan kaki.
Terdapat jalur percabangan menuju jatinangor yang berbelok ke utara (sekarang telah menjadi gang Babakan Nanjung) lalu memotong jalan raya Rancaekek-Majalaya, kemudian masuk ke jalan kecil yang sekarang disebut jl. Bojongpulus. Kemudian jalur KA memotong jalan raya Bandung-Garut di sekitar wilayah Bojongloa, lalu di sebelah gudang ABC (maaf, warga disekitar menyebutnya begitu karena kebetulan di sekitar situ ada gudang salah satu produsen syrup dan kecap terkenal), lalu masuk ke jl. Cipeundeuy.
Babakan Nanjung hingga jl. Bojongpulus, sisa-sisa jalur rel masih dapat terlihat berupa gang yang tepat lurus. Akan tetapi setelah memasuki jl. Cipeundeuy sisa-sisa jalur KA mulai tidak terlihat, bahkan di ujung jl. Cipeundeuy hingga Jatinangor sisa-sisa jalur KA hampir tidak terlihat karena sudah dijadikan perkampungan, sawah, ladang bahkan hanya berupa semak belukar.
Kemudian sekitar 50 m sebelah timur kampus Ikopin sekarang, terdapat sebuah viaduct (jembatan jalan raya dan jalan kereta api) yang merupakan perpotongan jalur KA Rancaekek-Jatinangor dengan jalan raya Bandung-Sumedang. Dalam hal ini, mohon maaf saya kurang sependapat dengan kang Asep_0907 (Sumber) yang menyebutkan bahwa dulunya jembatan ini tidak ada melainkan hanya berupa perlintasan kereta api biasa. Dari hasil pengamatan langsung di lapangan, terlihat bekas-bekas jembatan buatan Belanda dengan ciri khasnya yang berbentuk lengkung, dan terdapat penambahan betonan buatan bangsa Indonesia saat ini. Hal ini seolah dibuktikan juga dengan foto dari Collectie Troopenmuseum yang memperlihatkan pembuatan viaduct tersebut, dengan perpotongannya yang tidak tegak lurus, melainkan serong hampir 45 derajat terhadap jalan raya.
Viaduct Jatinangor sebelah timur kampus Ikopin |
Courtesy: Collectie Troopenmuseum
Jalan raya Bandung-Sumedang yang merupakanbagian dari Groete Postweg (jalan raya pos) melintas di atas rel Rancaekek-Jatinangor |
masih terlihat bekas jembatan jaman Belanda dahulu |
Salah satu hal yang membuat saya takjub adalah visi orang Belanda dalam membuat bangunan. Pada saat itu mungkin yang kebanyakan melintas hanyalah bendi (kereta kuda) atau andong dan beberapa kendaraan kecil dengan beban yang tidak seberapa, tapi mereka -yang kita sebut penjajah itu- begitu visioner dan bersungguh-sungguh dalam membangun, sehingga viaduct ini masih berdiri kokoh sampai hari ini. Sekarang, viaduct ini setiap harinya dilewati berpuluh-puluh ton truk pengangkut pasir dari Sumedang dan batu bara dari pelabuhan Cirebon, sayangnya, kondisi di bawah viaduct ini telah dipenuhi oleh sampah dan semak belukar.
Gorong-gorong solokan Ciseke yang mengalirkan limpahan air dari cek-dam Unpad ke solokan Ciseke sekarang |
Saat pembuatan gorong-gorong Ciseke |
Dibawah viaduct tersebut, rel kereta api belok kanan ke arah timur –sejajar dengan jalan raya– menuju ke stasiun Djatinangor yang konon lokasinya adalah Mapolsek Cikeruh atau Mapolsek Jatinangor sekarang, karena dari situ ada jalan menuju ke kantor perkebunan karet Jatinangor milik seorang Jerman bernama Baron Baud (kampus Unwim / ITB-Jatinangor sekarang) yang sekarang dikenal dengan jalan Kiarapayung (Sumber).
0 komentar:
Post a Comment