Wednesday, December 28, 2016

EPISTIOLOGI ILMU PENGETAHUAN

Istilah Epistemologi berasal dari bahasa Yunani (Gree: episte = knowledge + Logos = theory). Jadi Epistemology adalah teori ilmu pengetahuan (theory of knowledge, Erkennisttheorie). Sedangkan Aristoteles mengemukan Epistemologi sebagai suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan rasional dengan obyeknya sendiri yang tepat. Lebh rinci lagi menurut Hunnex, Epistemologi merupakan suatu cabang filsafat yang membahas tentang sifat dasar, sumber, dan validitas pengetahuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang ilmu pengetahuan disebut dengan epistemology. Dari Pengertian dasar Hunnex di atas maka dapat diambil benang merah fokus pembahasan epistemology adalah:
Dari mana memperoleh Ilmu pengetahuan (Sumber pengetahuan) ?
Bagaimana hubungan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui ( struktur, situasi pengetahuan)?
Apa kriteria pengetahuan yang disebut benar?
Apa yang menjadi batas (wilayah) ilmu pengetahuan?

A. Cara memperoleh Ilmu.
Dalam konsep filsafat islam, ilmu diperoleh melalui dua jalan yaitu jalan Kasbi atau Khushuli dan jalan Ladunni atau Khuhuri. Jalan kasbi adalah cara berfikir sistematis dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan , penelitian, percobaan dan penemuan. Ilmu ini biasa diperoleh oleh manusia pada umumnya, sehingga seorang yang menempuh proses itu dengan sendirinya ia akan memperoleh ilmu tersebut. Sedangkan ilmu Ladunni, diperoleh orang-orang tertentu, dengan tidak melalui proses ilmu pada umumnya, tetapi oleh proses pencerahan oleh hadirnya cahaya ilahi dalam qalb, dengan hadirnya cahaya ilahi itu semua pintu ilmu terbuka menerangi kebenaran , terbaca dengan jelas dan terserap dalam kesdaran intelek, seakan-akan orang tersebut memperoleh ilmu dari tuhan secara langsung.
Disini Tuhan bertindak sebagai pengajarnya. Untuk metode memperoleh ilmu pengetahuan dengan metode Kasbi dengan metode yang sitematik dan metodik, metode ini tidak menjadi perdebatan panjang ketika di tawarkan pada forum ilmiah, karena sesungguhnya metode yang dipakai zaman sekarang sebagian besar adalah metode kasbi ini. Namun yang menarik adalah dalam filsafat islam dikenal juga metode laduni yang menjadi kajian, apakah ini mungkin ?. untuk menjawab pertanyaan ini maka kita telusiri beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang hal ini sebagai berikut :
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian menyodorkannya kepada para malaikat lalu berfirman : baritahukanlah pada-Ku nama-nama semua itu, jika kamu memang benar. Mereka menjawab : Maha suci engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau-lah yang maha tahu dan maha bijak”
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menjadi pengajar bagi Adam tentang nama benda-benda, kemudian , bisa dilihat dalam Surat Al-Alaq ayat 3 – 5 berikut ini :
“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, (3),Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. (4), Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (:5). Ayat ini memperjelas bahwa Allahpun menjadi pengajar ummat manusia, bukan hanya nabi Adam. Inilah konsep islam tentang sumber ilmu pengetahuan.

B. Obyek Kajian Ilmu
Obyek kajian ilmu adalah ayat-ayat Allah sendiri, yaitu ayat-ayat Allah yang tersurat dalam kitab suci yang berisi firman-firman-Nya, dan ayat-ayat allah yang tekandung dalam Ciptaan-Nya yaitu alam semesta dan diri manusia sendiri. Kajian kitab suci kembali akan melahirkan ilmu agama, sedangkan kajian terhadap alam semesta, dalam dimensi fisik atau materi, melahirkan ilmu alam dan ilmu pasti, termasuk didalamnya kajian terhadap manusia dalam kaitanya dengan dimensi fisik, akan tetapi pada dimensi non fisiknya, yaitu perilaku, watak dan eksistensinya dalam berbagai aspek kehidupan, melahirkan ilmu humaniora, sedangkan kajian terhadap ketiga ayat-ayat Allah itu pada tingkatan makna, yang berusaha untuk mencari hakikatnya, melahirkan filsafat. Landasan syariah pembagian obyek ilmu pengetahuan ini adalah sebagai berikut , dapat dilihat pada Az-Zukhruf ayat 3 dan 4 berikut ini :”Sesungguhnya Kami menjadikan al-Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya). Dan sesungguhnya al-Qur'an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah. (QS. 43:3 - 4).
Ayat ini menjelaskan tentang Al-Qur’an sebagai obyek berfikir dan menjadi pusat pengetahuan. Sementara tu tentang alam sebagai obyek pemikiran untuk kepentingan manusia dapat dilihat pada ayat Al-Jatsiyah ayat 5 berikut ini “dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal. (QS. 45:5)”. Ayat lain yang juga mengabarkan hal yang sama dapat dilihat pada Surat An-Nahl ayat 11 dan 12 berikut ini “Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu.Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya), (QS. 16:11 - 12). Sedangkan mengenai manusia dapat dilihat dalam Surat Ar-rum ayat 20-21 berikut ini : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:20 - 21)

C. Kebenaran Ilmu
Kebenaran dalam wacana ilmu adalah ketepatan metode dan kesesuaian antara pemikiran dengan hukum-hukum internal dari objeyek kajiannya. Dalam epistemology dan filsafat ilmu pengetahuan dikenal empat macam teori kebenaran yaitu :
1. Teori Kebenaran Korespondensi (the Correspondence of Truth, the accordance theory of truth), menyatakan bahwa suatu teori/proposisi benar bila proposisi atau teori itu sesuai dengan fakta (kenyataan). Kebenaran adalah kesetiaan pada realitas obyektif. Aristoteles menyebut ini dengan teori pengambaran/cermin yang ia rumuskan sebagai “veritas est adaequatio intellectus et rhei”.
2. Teori Kebenaran Konsistensi atau koherensi (the concistence theory of truth, the accordance theory of truth). Kebenaran adalah saling hubungan antar putusan-putusan atau kesesuaian/ketaatasasan dengan kesepakatan atau pengetahuan yang telah dimiliki.
3. Teori kebenaran Pragmatis (the pragmatic theory of truth)
Benar tidaknya suatu teori justru ditentukan oleh bemamfaat atau tidaknya teori itu bagi praksis kehidupan. Bahkan schiller menyatakan apa “yang berguna” (usefull) adalah benar dan yang “tidak berguna” (useless) adalah salah.
4. Teori kebenaran Performatif
Kebenaran dikaitkan dengan pernyataan, maka suatu pernyataan dikatakan benar apabila apa yang dinyatakan dilakukan sesuai dengan tindakan dan kewenangan yang ada padanya. Austin syarat tuturan performatif yang wajar sebagai berikut:
a.       Tuturan itu dituturkan dalam situasi yang tepat sehingga pernyataan mempunyai efek bagi tindakan.
b.      Harus diucapkan orang yang memiliki kempetensi/wewenang untuk itu.
c.       Harus ada tangapan dan keterbukaan dua pihak, sehingga tuturan benar-benar menjadi tindakan.
d.      Ada kesesuaian antara ucapan orang yang menyatakan tuturan dengan tindakannya sendiri.
Dalam filasafat islam, kebenaran sesungguhnya datang dari allah, melalui hukum-hukumnya yang sudah ada dan ditetapkan pada setiap ciptaan-Nya,yaitu dalam alam semesta, manusia dan Al-qur’an. Semua itu merupakan ayat-ayat Allah yang menjadi sumber kebenaran yang terkandung dalam sunnatullah : hukum alam, hukum akal sehat dan juga hukum agama (moralitas). Hal ini ditegaskan Allah dalam surat Ali imran ayat 60 berikut ini : “(Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS. 3:60). Kemudian di jelaskan dalam Surat Sabaa’ ayat 6 : “supaya Allah nenberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh.Mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezki yang mulia. (QS. 34:4). Tentang kebenaran alam semesta dinyatakan dalam surat Yunuus ayat 5 berikut ini : “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. 10:5). Dilanjutkan dalam surat Al-hijr ayat 85 berikut ini : “Dan tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar-benar.Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik. (QS. 15:85). Untuk kebenaran Al-qur’an dinyatakan Allah dalam Surat Al-Baqarah : 213 berikut ini “Manusia itu adalah ummat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS. 2:213). Untuk manusia dijelaskan dalam surat Fussilat ayat 53 berikut ini : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur'an itu benar.Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu (QS. 41:53).

d. Tujuan Ilmu
Pada prinsipnya tujuan ilmu adalah konseptualisasi fenomena-fenomena alam dan menjelaskan hukum kausalitas serta menemukan asas-asas umum. Tujuan itu sesungguhnya untuk mendukung manusia menemukan tertib kosmos yang berada disekitarnya. Ketika ilmu telah melakukan specialisasi disiplin, tampak bahwa ilmu kehilangan watak kesatuannya guna mendukung kosmos (keteraturan dan kebijaksanaan) manusia. Ia tidak menciptakan kebijaksanaan itu, bahkan malah melawannya.
Dalam konsep filsafat islam, ilmu pada hakikatnya merupakan perpanjangan dan pengembangan ayat-ayat Allah, dan ayat-ayat Allah merupakan eksistensi kebesarnya dan manusia diwajibkan untuk berfikir tentang ayat-ayat Allah. Dan ilmu yang ada bertujuan untuk menciptakan kedamaian dan menjauhkan diri dari kerusakan, dan terjauh dari perangkap hawa nafsu seperti terlihat dalam surat Al-Mukminuun ayat 71 berikut ini : “Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (QS. 23:71).

0 komentar:

Post a Comment