Wednesday, February 3, 2016

ROTASI DAN POST POWER SYNDROME


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Setiap zaman membutuhkan pemimpin, setiap lembaga maupun organisasi membuuhkan pemimpin, begitupun sebaliknya. Setiap pemimpin membutuhkan zaman dan organisasi yang ia pimpin. Begitu banyak kajian, buku, artikel, bahkan  lagu serta kisah-kisah yang menceritakan tentang pemimpin. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kepemimpinan sesungguhnya isu yang tidak dimakan oleh zaman. Dari tingkat sekolah dasar sampai seorang manusia bekerja setidaknya pernah merasakan  pelatihan kepemimpinan pun tak terlepas di segala bidang termasuk agama.  Media massa seperti tak pernah kehabisan berita menceritakan tentang berbagai kasus yang terjadi pada bangsa ini. Hal tersebut seperti tergambarkan bahwa salah satu krisis dimensional yang menimpa bangsa ini adalah krisis kepemimpinan. Sering kali kita jumpai adanya pemimpin yang meggunakan kekuasaannya secara mutlak dengan memerintahkan para bawahannya tanpa memperhatikan para bawahannya.
Seorang kepala sekolah merupakan pemimpin dalam sebuah lembaga pendidikan. Salah satu tantangan cukup berat yang harus dihadapi seorang kepala sekolah sebagai pemimpin adalah bagaimana ia dapat menggerakkan para bawahannya agar senantiasa bersedia mengerahkan kemampuannya yang terbaik untuk kepentingan dan kemajuan organisasi atau lembaga yang dikelola. Dalam mengemban tugasnya, seorang pimpinan yang juga memiliki atasan yang menilai kinerjanya, tentu akan mengalami yang namanya mutasi atau juga rotasi. hal tersebutlah yang menentukan nasib jabatan selanjutnya seorang pimpinan.

B.      Rumusan Masalah
1.      Apa itu rotasi kepemimpinan?
2.      Bagaimana terjadinya rotasi kepemimpinan?
3.      Bagaimana krisis kepemimpinan di Indonesia?
4.      Bagaimana post power syndrome?

C.      Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui apa itu rotasi kepemimpinan?
2.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya rotasi kepemimpinan?
3.      Untuk mengetahui krisis kepemimpinan di Indonesia?
4.      Untuk mengetahui post power syndrome?

  

BAB II
PEMBAHASAN

A.       Rotasi Kepemimpinan
Rotasi merupakan fenomena yang biasa terjadi di sebuah organisasi. Seperti diketahui, rotasi adalah perputaran[1]. Dalam sebuah lembaga atau organisasi, rotasi merupakan perpindahan karyawan namun lebih pada perpindahan tempat kerja dengan lingkup dan tugas pekerjaan yang cenderung berbeda agar para karyawan terhindar dari rasa jenuh atau produktifitas yang menurun. Hal itu merupakan bagian dari pengembangan sumberdaya manusia (SDM)[2].
Tidak sedikit lembaga atau organissasi mapan yang cemas dengan adanya rotasi kepemimpinan, karena rasa takut akan bangkrut atau menurunnya kredibilitas lembaga tersebut ketika mendapatkan pimpinan yang baru. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi karyawan, mengembangkan motivasi, meningkatkan pengetahuan dan pengalaman kerja, mutu proses pekerjaan dan produktifitas serta efisiensi organisasi[3]. Rotasi akan dapat menimbulkan kecemasan kalau perpindahan tempat pekerjaan tidak dijelaskan alasannya dan membuat yang bersangkutan bekerja dengan tidak nyaman. Juga rotasi bisa percuma saja kalau tidak ada efek pengembangan mutu SDM dan karir dari karyawan bersangkutan[4].
Untuk itu ada beberapa tips yang perlu dilakukan oleh organisasi yang dalam hal ini divisi/departemen atau direktorat dalam melaksanakan proses  atau rotasi di kalangan karyawannya:
1.      Rotasi merupakan bagian integral dari sistem keorganisasian. Harus didasarkan pada perencanaan strategis, kriteria dan indikator yang terukur, dan prospektif pada pengembangan SDM serta karir. Karena itu sebelum perusahaan melakukan proses rotasi maka diperlukan pemetaan potensi, performa dan perilaku karyawan di semua unit. Dalam pelaksanaannya harus menggunakan prosedur operasi standar.
2.      Perlu tidaknya ada rotasi dengan segala persyaratannya merupakan kebijakan  pimpinan puncak organisasi setelah melalui rapat-rapat pimpinan dan rapat di lini terbawah. Namun demikian siapa-siapa yang terkena   rotasi sebaiknya diusulkan oleh pimpinan unit divisi kepada pimpinan puncak setelah ada usul dari setiap manajer.
3.      Proses memutuskan perlunya rotasi karyawan untuk seluruh unit yang memiliki lingkup dan beban kerja yang sama jangan main pukul rata. Lho kok begitu? Karena kinerja masing-masing unit, potensi SDM, dan lingkungan kerjanya cenderung beragam. Kalau pendekatannya dengan asumsi semua konsidi unit seragam akan menimbulkan kontra produktif. Jadi prioritas adanya   rotasi hendaknya pimpinan unit yang kinerjanya cenderung di bawah atau rata-rata organisasi. Atau bisa dilakukan mutasi kalau ada karyawan yang memang sudah tepat memeroleh promosi dalam rangka kenaikkan jenjang karir[5].
Istilah rotasi tidak jarang menimbulkan tumpang tindih. Namun pada dasarnya merupakan perpindahan dari satu unit ke unit lain atau bisa saja perpindahan pada antarsubunit di unit yang sama dengan motif yang beragam namun dengan tujuan yang sama. Seperti halnya pada saat rotasi kepala sekolah dari sekolah satu ke ekolah lainnya. Pertimbangan di atas adalah dalam bentuk pokok-pokoknya saja.
Dalam sebuah lembaga pendidikan yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah, tentu tidak dipilih sembarangan tanpa persyaratan yang ditentukan. Seorang guru yang akan diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah harus memebuhi ketentuan umum dan ketentuan khusus seperti yang tertulis dalam Permendiknas no 28 tahun 2010.
Kepala sekolah/madrasah diberi 1 (satu) kali masa tugas selama 4 (empat) tahun. Masa tugas kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa tugas apabila memiliki prestasi kerja minimal baik berdasarkan penilaian kinerja. Guru yang melaksanakan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah 2 (dua) kali masa tugas berturut-turut, dapat ditugaskan kembali menjadi kepala sekolah/madrasah di sekolah/madrasah lain yang memiliki nilai akreditasi lebih rendah dari sekolah/madrasah sebelumnya, apabila telah melewati tenggang waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali masa tugas; atau memiliki prestasi yang istimewa. Prestasi yang istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b adalah memiliki nilai kinerja amat baik dan berprestasi di tingkat kabupaten/kota/ provinsi/nasional. Kepala sekolah/madrasah yang masa tugasnya berakhir, tetap melaksanakan tugas sebagai guru sesuai dengan jenjang jabatannya dan berkewajiban melaksanakan proses pembelajaran atau bimbingan dan konseling sesuai dengan ketentuan[6]
Dalam prakteknya setiap organisasi melakukan   rotasi yang bervariasi sesuai dengan karakteristik, kompetensi organisasi dan individu karyawan, dan kondisi kesehatan organisasi. Namun ada prinsip umum yang seharusnya diterapkan oleh semua organisasi bahwa rotasi haruslah berdasarkan pada dimensi kemanusiaan, keorganisasian, pengembangan atau reposisi, keadilan, keterbukaan, dan akuntabilitas serta berkelanjutan.

B.        Krisis Kepemimpinan
Jika berbicara masalah kepemimpinan, bukanlah hanya berbicara masalah jabatan atau siapa yang menjadi seorang pemimpin saja, melainkan memiliki makna yang lebih luas dan komprehensif yaitu berkenaan dengan tugas-tugas seorang pemimpin, apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan (pemimpin sebagai role player), dan sifat-sifat bijak lainnya yang dimiliki oleh sosok seorang pemimpin dalam hal mengatasi caruk maruk permasalahan bangsa ini.
Sementara itu dalam realitasnya, bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami masa-masa “krisis” dalam hal kepemimpinan. Hal ini dibuktikan setiap kali momentum pemilu. Banyak sekali wajah-wajah lama maupun baru yang menawarkan janji-janji akan perubahan dan keadilan untuk rakyat dengan model kampanye yang bervariasi, namun tidak satupun yang dapat mengubah penurunan angka golput di Indonesia di setiap tahunnya. Itu semua bukanlah suatu masalah yang besar dalam hal mengenalkan konsep kepemimpinan atau figur agar dapat di ingat atau diterima dengan mudah oleh rakyat. Namun, jika hal itu yang sampai akhir ditawarkan sebagai suatu produk kebijakan namun tidak mampu menyelesaikan permasalahan kemiskinan yang kian meningkat, penggangguran yang semakin banyak, angka kriminalitas dan asusila yang semakin merebak, belum lagi masalah pendidikan, korupsi, inefesiensi pelayanan public dan masih banyak lagi.
Hal tersebut terjadi karena mereka menganggap bahwa kepemimpinan itu berarti otoritas, penguasaan, dominasi, kekuatan, atau pusat kedudukan[7]. Situasi krisis dalam sebuah kepemimpinan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada sebuah lembaga atau organisasi, seperti perselisihan antar individu bawahan, ketidakpuasan karyawan, yang akan berimbas pada terganggunya pekerjaan di lembaga tersebut[8]. Kondisi krisis kepemimpinan tersebut merupakan fakta yang dapat kita pelajari dan hadapi bersama selaku generasi muda seharusnya bisa “sedikit” lebih kritis dan peka terhadap masalah krusial yang saat ini terjadi pada bangsa.


C.        Power Post Syndrome
Post Power Syndrome adalah gejala yang muncul ketika seseorang tidak lagi menduduki suatu posisi sosial, biasanya suatu jabatan dalam institusi tertentu. Misal seorang direktur yang mencapai usia pensiun[9]. Gejala ini bisa pula dirasakan oleh orang-orang yang tadinya memiliki karier yang cemerlang, tapi harus melepaskan kariernya tersebut karena faktor-faktor tertentu. Ciri-ciri orang yang rentan menderita post power syndrome antara lain:
1.      Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
2.      Orang-orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain.
3.      Orang-orang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala- galanya atau merupakan hal yang sangat berarti dalam hidupnya.

Penyebab Post Power Syndrome pada diri seseorang,  adalah :
1.      Kehilangan jabatan (kepemilikan kekuasaan) berarti kehilangan harga diri, yaitu hilangnya perasaan memiliki dan atau dimiliki. Dengan jabatan pula seseorang merasa lebih yakin diri , karena diakui kemampuannya.
2.      Kehilangan latar belakang kelompok khusus atau eksklusif
3.      Kehilangan kewibawaan
4.      Kehilangan perasaan berarti dalam satu kelompok tertentu[10]


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
·         Rotasi haruslah berdasarkan pada dimensi kemanusiaan, keorganisasian, pengembangan atau reposisi, keadilan, keterbukaan, dan akuntabilitas serta berkelanjutan.
·         Situasi krisis dalam sebuah kepemimpinan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada sebuah lembaga atau organisasi, seperti perselisihan antar individu bawahan, ketidakpuasan karyawan, yang akan berimbas pada terganggunya pekerjaan di lembaga tersebut
·         Post Power Syndrome tak akan menghinggapi kita jika kita menganggap kekuasaan yang sedang kita pegang ini hanyalah sementara. Jika hanya sementara, maka kita tak akan mengejar kekuasaan itu dan bahkan menyalahgunakan kekuasaan itu untuk kepentingan dirinya sendiri.

  

DAFTAR PUSTAKA

1.      Anoraga Pandji. Psikologi Kepemimpinan. 2001. Jakarta : Rineka Cipta.
2.      Madhi Jamal. Menjadi Pemimpin yang Efektif dan Berpengaruh. 2004. Bandung : Syaamil Cipta Media. Hal. 3
3.      Sopiah. Perilaku Organisasional. 2008. Yogyakarta : ANDI. hal. 108
4.      Permendiknas no. 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah
5.      Software Kamus Besar Bahasa Idonesia offline versi 1.5.1
6.   Makalah Psikologi Lansia Post Power Syndrome.
7.   http://srireskipsikologi.blogspot.com/2013/05/makalah-psikologi-lansia-post-power.html.
8.      https://endang965.wordpress.com/2011/04/01/mutasi-dan-rotasi/




[1] Software Kamus Besar Bahasa Idonesia offline versi 1.5.1
[3] Dr. Sopiah, MM., M.Pd.I. Perilaku Organisasional. 2008. Yogyakarta : ANDI. hal. 108
[6] Permendiknas no. 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah
[7] Jamal Madhi. Menjadi Pemimpin yang Efektif dan Berpengaruh. 2004. Bandung : Syaamil Cipta Media. Hal. 3
[8] Pandji Anoraga, S.E., M.M. Psikologi Kepemimpinan. 2001. Jakarta : Rineka Cipta. Hal. 82
[10] Makalah Psikologi Lansia Post Power Syndrome. http://srireskipsikologi.blogspot.com/2013/05/makalah-psikologi-lansia-post-power.html. Diakses 22 Mei 2015

0 komentar:

Post a Comment