A. ARTI
TAWAKKAL
Tawakkal
adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah dengan penuh kepercayaan
kepadaNya disertai mengambil sebab yang diizinkan syariat. (Qoulul Mufid
2/52). Berdasarkan pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa tawakkal yang
dilakukan seseorang bisa dinilai sebagai tawakkal yang dibenarkan jika
terpenuhi dua syarat: [1] Kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah dan [2]
Menggunakan sebab yang diizinkan syariat. (At-Tauhid edisi V/28 oleh Ammi Nur
Baits)
B. KEUTAMAAN BERTAWAKKAL
1. Tawakkal adalah setengah agama Sebagaimana yang tercantum
dalam surat Al Fatihah ayat 5, Allah berfirman, yang artinya: “Hanya
kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan.” Para
ahli tafsir menjelaskan bahwa induk Al Qur’an adalah surat Al Fatihah.
Sedangkan inti dari surat Al Fatihah adalah ayat yang ke-5 di atas. Dengan kata
lain, ajaran yang terkandung dalam ayat ini merupakan inti dari ajaran islam.
Karena bagian inti dari islam adalah beribadah hanya kepada Allah semata.
Sementara kita tidak mungkin bisa mewujudkan tujuan ini kecuali hanya dengan
bantuan dari Allah. Penggalan pertama ayat ini: “hanya kepadaMu kami
beribadah” merupakan tujuan ajaran islam, sedangkan penggalan kedua: “hanya
kepadaMu kami memohon pertolongan” merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan
inti ajaran islam tersebut.
2. Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman dan terwujudnya
amal shaleh Ibnul Qoyyim menyatakan, “Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman,
ihsan dan terwujudnya seluruh amal shaleh. Kedudukan tawakkal terhadap amal
seseorang itu sebagaimana kedudukan rangka tubuh bagi kepala. Maka sebagaimana
kepala itu tidak bisa tegak kecuali jika ada rangka tubuh, demikian pula iman dan
tiang-tiang iman serta amal shaleh tidak bisa tegak kecuali di atas pondasi
tawakkal.” (Dinukil dari Fathul Majid 341)
3. Tawakkal merupakan bukti iman seseorang Allah berfirman,
yang artinya: “Bertawakkal-lah kalian hanya kepada Allah jika kalian
orang-orang yang beriman.” (QS. Al Maidah: 23). Ayat ini menunjukkan bahwa
tawakkal hanya kepada Allah merupakan bagian dari iman dan bahkan syarat
terwujudnya iman.
4. Tawakkal merupakan amal para Nabi ‘alahimus shalatu was
salam. Hal ini sebagaimana keterangan Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma
ketika menjelaskan satu kalimat: “hasbunallaah wa ni’mal wakiil” yang
artinya, “Cukuplah Allah (menjadi penolong kami) dan Dia sebaik-baik Dzat
tempat bergantungnya tawakkal.” Beliau mengatakan, “Sesungguhnya kalimat
ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alahis shalatu was salam ketika beliau
dilempar ke api. Dan juga yang diucapkan Nabi Muhammad ‘alahis shalatu was
salam ketika ada orang yang mengabarkan bahwa beberapa suku kafir jazirah
arab telah bersatu untuk menyerang kalian (kaum muslimin)…” (HR. Al Bukhari
& An Nasa’i).
5. Orang yang bertawakkal kepada Allah akan dijamin
kebutuhannya. Allah berfirman, yang artinya, “Barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (kebutuhannya).” (QS. At
Thalaq: 3)
C. MACAM-MACAM TAWAKKAL
Ditinjau
dari sisi tujuanya, tawakkal dibagi menjadi dua macam:
1. Tawakkal kepada Allah
Bertawakkal kepada Allah merupakan
bentuk ibadah yang sangat agung, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Tawakkal kepada Allah baru akan sempurna jika disertai keadaan hati yang merasa
butuh kepada Allah dan merendahkan diri kepadaNya serta mengagungkannya.
2. Tawakkal kepada selain Allah.
Bertawakkal kepada selain Allah ada
beberapa bentuk:
- Tawakkal dalam hal-hal yang tidak mampu diwujudkan kecuali oleh Allah, seperti menurunkan hujan, tolak balak, tercukupinya rizki dst. Tawakkal jenis ini hukumnya syirik besar.
- Tawakkal dalam hal-hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah namun Allah jadikan sebagian makhluqnya sebagai sebab untuk terwujudnya hal tersebut. Misalnya kesehatan, tercukupinya rizqi, jaminan keamanan, dst. Yang bisa mewujudkan semua ini hanyalah Allah. Namun Allah jadikan dokter dan obat sebab terwujudnya kesehatan, Allah jadikan suami sebagai sebab tercukupinya rizqi keluarganya, Allah jadikan petugas keamanan sebagai sebab terwujudnya keamanan, dst.. Maka jika ada orang yang bersandar pada sebab tersebut untuk mewujudkan hal yang diinginkan maka hukumnya syirik kecil, atau sebagian ulama menyebut jenis syirik semacam ini dengan syirik khofi (samar). Namun sayangnya banyak orang yang kurang menyadari hal ini. Sering kita temukan ada orang yang terlalu memasrahkan kesembuhannya pada obat atau dokter. Termasuk juga ketergantungan hati para istri terhadap suaminya dalam masalah rizqi. Seolah telah putus harapannya untuk hidup ketika ditinggal mati suaminya
- Tawakkal dalam arti mewakilkan atau menugaskan orang lain untuk melakukan tugasnya. Tawakkal jenis ini hukumnya mubah selama tidak disertai jiwa merasa butuh dan penyandaran hati kepada orang tersebut.
D. BUAH DARI
TAWAKAL
Buah Tawakal yang Pertama
Allah
akan mencukupi segala urusan orang yang bertawakkal.” Allah Ta’ala
berfirman,
“Dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath
Tholaq: 3)
Barangsiapa
yang menyandarkan urusannya pada Allah, hanya menyandarkan kepada Allah semata,
ia pun mengakui bahwa tidak ada yang bisa mendatangkan kebaikan dan
menghilangkan bahaya selain Allah, maka sebagaimana dalam ayat dikatakan, “Allah-lah
yang akan mencukupinya.” Yaitu Allah menyelamatkannya dari berbagai bahaya.
Karena yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan. Ketika seseorang
bertawakkal pada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, Allah pun membalasnya
dengan mencukupinya, yaitu memudahkan urusannya. Allah yang akan memudahkan
urusannya dan tidak menyandarkan pada selain-Nya. Inilah sebesar-besarnya buah
tawakkal. Allah Ta’ala
berfirman,
“Dan jika mereka bermaksud menipumu, maka
sesungguhnya cukuplah Allah (yang akan mencukupimu). Dialah yang
memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin.” (QS. Al Anfal:
62)
“Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi
Pelindung) bagimu.” (QS. Al Anfal: 64)
Jadi,
buah yang paling utama dari tawakkal pada Allah adalah Allah akan memberi
kecukupan pada orang yang bertawakkal pada-Nya.
Oleh
karenanya, Allah berfirman mengenai keadaan Nabi Nuh ‘alaihis salam, di
mana beliau berkata pada kaumnya,
“Hai kaumku, jika terasa berat
bagimu tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah,
maka kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu
dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). Kemudian janganlah
keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah
kamu memberi tangguh kepadaku.” (QS. Yunus: 71)
Allah berfirman mengenai Nabi Hud ‘alaihis
salam,
“Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan, dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya
terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku
bertawakkal kepada Allah Rabbku dan Rabbmu. Tidak ada suatu binatang melata pun
melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Rabbku di atas jalan
yang lurus.” (QS. Hud: 54-56)
Allah berfirman mengenai Nabi-Nya, Muhammad
saw,
“Katakanlah: “Panggillah
berhala-berhalamu yang kamu jadikan sekutu Allah, kemudian lakukanlah tipu daya
(untuk mencelakakan)-ku. tanpa memberi tangguh (kepada-ku)”. Sesungguhnya
Pelindungku ialah yang telah menurunkan Al kitab (Al Quran) dan Dia melindungi
orang-orang yang shaleh. Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah
tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri.”
(QS. Al A’rof: 195-197)
Dari
penjelasan di atas, Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan mengenai
para rasul-Nya yang mulia di mana mereka tidak mendapatkan bahaya dari kaum dan
sesembahan kaum mereka. Apa kuncinya? Karena mereka bertawakkal pada Allah.
Siapa saja yang bertawakkal pada Allah, pasti Allah akan mencukupinya.
Buah tawakkal yang kedua
Buah
tawakkal yang lain adalah mendapatkan cinta Allah. Allah Ta’ala
berfirman,
“Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imron: 159)
Barangsiapa
yang benar-benar bertawakkal pada Allah, maka Allah akan mencintainya. Jika
Allah telah mencintainya, maka ia akan merasakan kebahagiaan di dunia dan
akhirat, ia akan menjadi orang-orang yang dicintai di sisi-Nya dan menjadi
wali-Nya.
Buah tawakkal yang ketiga
Buah
yang ketiga adalah orang yang bertawakkal akan mudah mengerjakan hal yang
bermanfaat tanpa ada rasa takut dan gentar kecuali pada Allah. Contohnya, orang
yang berjihad di medan perang melawan orang-orang kafir, mereka melakukan
hal ini karena mereka tawakkal pada Allah. Usaha mereka dengan tawakkal inilah
yang mendatangkan keberanian dan kekuatan saat itu. Musuh-musuh dan kesulitan
di hadapan mereka dianggap ringan berkat tawakkal. Mereka akhirnya jika tohmati,
akan merasakan mati di jalan Allah. Merekalah yang mendapatkan syahid di jalan
Allah. Ini semua karena sebab tawakkal.
Buah tawakkal yang keempat
Buah
yang keempat adalah seseorang akan bersemangat dalam mencari rizki,
mencari ilmu dan melakukan segala sesuatu yang bermanfaat. Itulah yang namanya
orang yang bertawakkal, ia punya semangat dalam melakukan hal-hal bermanfaat
semacam ini. Karena ia tahu bahwa Allah akan bersama dan menolong setiap orang
yang bertawakkal. Akhirnya ia pun bersamangat ketika dalam perkara agama dan dunianya
yang bermanfaat, ia jadinya tidak bermalas-malasan.
Kita
dapat menyaksikan bahwa para sahabat radhiyallahu ‘anhum, merekalah
orang yang paling bersemangat. Mereka benar-benar merealisasikan tawakkal pada
Allah. Sampai-sampai karena sifat ini yang mereka miliki, mereka bisa
menaklukan berbagai negeri di ujung timur dan barat melalui jihad mereka.
Mereka pun membuka hati melalui dakwah mereka di jalan Allah. Ini semua bisa
terwujud karena mereka benar-benar merealisasikan tawakkal pada Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman,
barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya,
yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak
takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.” (QS. Al Maidah: 54).
Mereka
sama sekali tidak takut pada celaan orang yang mencela ketika mereka berjuang
di jalan Allah. Bisa demikian karena mereka benar-benar merealisasikan tawakkal
pada Allah. Mereka benar-benar menyandarkan dirinya pada Allah dan mereka tidak
berpaling pada yang lain, baik ketika itu manusia ridho atau pun tidak. Yang
senantiasa mereka cari adalah ridho Allah. Dalam hadits disebutkan,
“Barangsiapa
yang mencari ridho Allah dan awalnya manusia murka (tidak suka), maka Allah
akan ridho padanya dan membuat manusia pun akan ridho padanya. Sedangkan
barangsiapa yang mencari ridho manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan
murka padanya dan akan membuat manusia pun murka.”( HR. Tirmidzi , dinilai
shahih oleh Al Albani)
Bersandar
pada Allah dan tawakkal pada-Nya serta menyerahkan segala urusan pada Allah
Ta’ala, itulah yang menjadi asas tauhid, asas amal dan asas kebaikan. Bahkan
Allah menjadi tawakkal ini syarat keimanan. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan hanya kepada Allah hendaknya
kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al
Maidah: 23)
0 komentar:
Post a Comment